Tuan Putri
Keindahan menjerumus kedalam hatiku, dia melukis khayal dengan berbagai cerita yang indah, cerita itu mengukir senyum merekah yang sengaja aku tahan karena aku tau tidak hanya diri ini saja yang menikmati anggun dan elok mu sebagai manusia. Lelah yang tak singgah saat mata ini tertuju padamu, engkau sudah seperti tuan putri dengan para dayangnya, begitu lekat engkau dan anak-anak kala itu.
Aku sudah tak mengerti tentang bagaimana hati mu itu tercipta, keyakinan ini menguat bahwa perasaan yang ada di dalamnya pasti begitu lembut, sikap mu yang pemurah menampung segala kebaikan dan kau salurkan lewat keramahtamahan. Bukankah dirimu baru mengenali ana-anak itu? Namun, bagaimana bisa engkau sangat dekat dengan mereka. Setiap sore mereka bergerombol mencari mu, selalu saja nama yang indah itu terucap dari mulut mereka, apa yang telah dirimu perbuat? Setelah melihat mu aku sudah tak heran sekarang, siapa juga yang menolak bermain dengan bidadari?
Kala itu lembayung senja hadir begitu indahnya, begitupula dirimu. Kala itu mungkin dunia membisikkan tentang keberadaan mu, hati ku dilanda perasaan yang tidak aku ketahui, aku berpikir untuk melihatmu sejenak karena kurasa mungkin seorang prajurit ini bisa menemui tuan putri sejenak. Suara merdu yang disenandungkan dari dalam Masjid kala itu menjadi pengantar dari langkah kaki ini untuk bergerak, benar saja aku melihat keindahan disana.
Senyum yang merekah mengalahkan keindahan bunga mawar dikala petang, sikap ramah mu adalah selimut bagi anak-anak yang hatinya pilu, belaian yang engkau berikan sudah menjadi sentuhan lembut yang memberikan rasa aman kepada mereka yang kurang beruntung, tatapan mu kala itu begitu indah dengan bola mata coklat yang berkilauan, aku tak bisa membayangkan keindahan yang lebih baik dari ini.
Engkau yang sedang bermain dengan mereka diujung pintu masuk sebuah tempat mengaji, aku memandang mu dari seberang. Ketenangan apa yang aku rasakan saat ini? Bukankah kau terlalu hebat untuk memberikan kehidupan kepada orang lain? Aku rasa dunia tidak terlalu buruk, buktinya adalah dirimu yang menjadi salah satu keindahan dunia.
Senja itu telah bergerak, dia berganti tugas dengan malam yang pekat, keindahan dari jingga sudah tak lagi ada namun keindahan mu masih sangat menyilaukan bagi orang kumuh seperti ku. Anak-anak itu sudah berhenti bekerja dalam menjamu tuan putri, sekarang engkau berbaur dengan teman-teman yang ada disini, kita bercanda begitu kerasnya, bagaimana dirimu dikagumi oleh banyak orang disana membuat aku tersadar, siapa diriku?
Kepolosan yang begitu murni sampai tak kau sadari bahwa banyak orang yang menyukaimu, bukan hanya itu mereka juga ingin memiliki mu sekarang, engkau tidak peduli akan hal itu. Dirimu masih kukuh memegang keakraban itu sewajarnya, perasaan berteman tidak ingin kau lepas dari mereka, sungguh bijak engkau memainkan situasi. Harus berapa banyak hati yang harus kau perhitungkan?
Sungguh aku kecanduan akan dirimu, mata ini selalu saja tersorot kepada kebaikan itu, pemandangan ini bagaikan harapan yang aku tau tak akan pernah bisa kugapai, ketahuilah aku juga menyukai mu. Memang dirimu itu begitu anggun, tatapan yang begitu lembut dan sikap hangat itu ada pada dirimu, kebaikan yang terlalu banyak selalu saja tercurah dari tubuh mu. Akan tetapi aku tidak tau kenapa perasaan ini muncul, dan juga aku tak mengerti apa nama dari perasaan ini.
Pagi itu kutemui lagi bagaimana engkau diratukan oleh anak-anak, engkau melingkar dengan beberapa dayang mu, kalian begitu asyik berbicara. Ingin rasanya aku ikut bergabung kedalam kumpulan itu, namun aku sadar bahwa orang kumuh ini belum pantas untuk itu.
Dikelilingi embun yang begitu lembut kasih itu tercurah kepada anak-anak yang engkau ajak bicara, bagaimana perlakuan itu lembut sekali kau semaikan pada mereka, engkau tau betapa indahnya masa kecil bukan? Apakah engkau sudah menjadi ibu mereka sekarang? Sifat keibuan mu begitu nyata terpampang disana, aku rasa seseorang yang sudah menjadi ibu sungguhan harus belajar banyak darimu, mungkin.
Kebaikan darimu tidak muncul begitu saja bukan? Keramahan itu kau berikan karena dirimu tidak ingin anak-anak ini kehilangan kasih sayang seorang ibu, bukankah dirimu sudah menjadi ibu mereka sekarang? Aku tidak berbicara tentang keturunan ataupun kekeluargaan, namun rasa kasih sayang yang begitu lekat selayaknya ibu berikan kepada anaknya.
Sampai mana kebaikan mu itu mengalir, dalam perkumpulan kita saat ini hanya nama mu yang tersebut dari mulut mungil para anak-anak itu, nama mu terlalu indah. Mungkin, dirimu itu sendiri adalah keindahan, sikapmu, senyummu, tingkah laku, tatapan mu, keramahan, serta kehidupanmu adalah keindahan bagiku. Aku tidak ingin keindahan itu hancur.
Izinkanlah diri ini mengagumimu dengan sangat, aku berdiri sekarang hanya untuk menuliskan sajak-sajak indah tentang mu, ranum pemikiran ini menceritakan segala hal tentang mu aku bisa saja tanpa henti melukiskan keindahan itu melalui aksara tanpa henti. Aku rasa tidak ada waktu yang pasti untuk selesai jika sudah membicarakan keindahan dunia bukan?
Tulisanku sudah menemui tuannya, dia bukan lagi aksara kosong yang tidak berpenghuni karena aku serahkan semua pertunjukan hebat dari jari jemariku yang mengetik ini kepadamu. Akhirnya aku punya alasan untuk menulis. Aku tak tau apakah tulisan ini akan sampai pada dirimu untuk kau baca, dan apakah engkau akan suka atau tidak dengan isi yang ada didalamnya.
Aku hanya tau bahwa perasaan ini sudah bermuara kepadamu, tidak ada lagi alasan untuk pemikiran ku mengembara, hanya memahat kenangan tentang mu yang bisa dilakukan oleh jari jemari ku sekarang. Jika engkau membaca tulisan ini ketahuilah bahwa hati ini begitu riang karena bisa melihat mu di dalam hidupku.
Berbahagialah, karena keindahan mu memberikan kehidupan bagi orang lain. Yaitu, aku.
Komentar
Posting Komentar