Keindahan Adalah Dirimu
Aku memang suka merayu, setiap kata yang tertulis bagaikan tarian yang indah membuat pusaran yang besar dengan berbagai gerakan dari liukan kata, selalu saja diri menjelma pada keindahan pada setiap bait yang tertulis, karena itu keahlian ku. Kebohongan demi kebohongan itu tersimpan dalam rumpun kehidupan yang selalu aku tenteng, menatih perjalan yang aku tapaki langkah demi langkah. Bahkan aku tak mengenal diriku sendiri kala itu.
Selalu saja disetiap harinya aku berujar pada langit yang kutatap dengan lekat, apa sebenarnya diriku? Masih bisakah diri ini disebut sebagai manusia? Bahkan aku tak menyadari bahwa diri ini mempunyai perasaan, karena sudah lama aku tidak mengerti tentang pengertian dari itu. Hidup yang sudah berlangsung cukup lama namun masih belum aku temui siapa sebenarnya diriku.
Aku peniru yang hebat, pada setiap detik yang mengetuk aku pasti memilih seseorang untuk aku pilih dalam menjalani hari. Terkadang aku bisa menjadi seseorang yang bahagia, bisa juga menjadi orang yang sedih, dan pernah menjadi orang yang kejam. Banyak sekali karakter dengan sifat yang berbeda dalam ingatanku sehingga bisa kutiru setiap saat. Aku tidak tau siapa diriku.
Perasaan ini terlalu bebas, dia tidak punya penjabaran pasti tentang siapa diriku, manusia yang tidak punya tujuan selama hidupnya, aku rasa perasaan tak berarah ini akan selalu kubawa sampai aku mati. Dunia hanya panggung pertunjukan bagiku, aku sering memerankan adegan yang berbeda-beda setiap harinya, diri ini sudah seperti aktor terkenal yang bisa bermain dengan karakter apapun, sehingga aku tak mengenali bintang utamanya.
Bukankah hidup terlalu sebentar untuk mencari pengertian yang jelas tentang diri sendiri? Tidak ada jawaban yang pasti mendefinisikan siapakah aku sebenarnya, sudah banyak buku yang aku baca sampai bertumpuk menjadi sebuah hamparan gunung, sudah terlalu jauh juga aku berjalan, banyak sekali manusia yang aku temui dengan ragam dan corak yang begitu banyak. Namun, aku masih belum mendapatkannya.
Aku masih belum menemukan diriku, baik dan buruk masih menjadi abu, benar dan salah juga tak bisa aku tetapkan, indah dan mengerikan sudah tak ada beda dimataku, bahkan hidup dan mati terlihat sama saja sekarang.
Aku sering menjelma menjadi bunga yang begitu indah, dia bersolek mendatangkan kebahagiaan kepada setiap orang yang memandangnya. Terkadang aku juga pernah menjadi kubangan, tubuh yang berlumpur dengan bau yang menyengat sehingga dijauhi oleh semua orang. Diri ini suka menjadi mentari, dengan cahaya hangatnya mengetuk liang kesengsaraan orang lain, dekapan hangatnya bisa melindungi kehidupan banyak orang pada waktu yang bersamaan. Aku juga sering menjadi filsuf, mulut yang bijak ini selalu saja membawa nasehat, dia bersuara dengan tenang dan lantang sehingga membuat siapapun terdiam mendengar ocehannya. Namun, aku siapa?
Disela kepura-puraan itu terjadi selama hidupku, ternyata semesta punya jawaban yang diberikan kepada penghuninya, lewat alur waktu jawaban itu disampaikan padaku. Ternyata aku bukanlah siapa-siapa, diri ini memang tak perlu punya spesifikasi yang jelas akan kehidupannya selama ini, aku juga tak harus memiliki perumpamaan yang pasti tentang siapa diriku. Karena nanti semua yang ada di Bumi pasti punya masa untuk tersampaikan.
Begitupula dengan ku.
Kepercayaan diri yang tidak ada, kebahagiaan yang tidak aku ketahui bentuknya seperti apa, perasaan suka kepada lawan jenis yang tidak pernah aku mengerti, serta rasa sayang yang hangat itu apakah benar adanya. Perlahan aku bisa mencobanya satu persatu, bukan hatiku yang kaku dan mendingin, hanya saja tidak semua manusia bisa menghadirkan kehangatan yang begitu lembut padaku.
Kehadiranmu mengetuk pintu hati ini yang sudah tertutupi es semenjak aku hidup, engkau melebur dan melelehkan rasa dingin yang membuat aku tak mengenali tentang siapa diriku. Diri ini selalu saja ingin menjadi pahlawan bagi orang lain, akan tetapi aku selalu bertanya “jikalau aku adalah pahlawan yang membantu orang lain, saat aku perlu bantuan siapa yang akan membantuku?” seringkali pemikiran ini ranum saat mengingat penggalan kalimat itu, aku membacanya pertama kali didalam komik yang aku sukai.
Aku menemukan sedikit jawabannya sekarang, dengan percaya dirinya aku berkata bahwa diri ini sudah mulai melihat apa yang orang-orang sebut dengan kebenaran. Penolongku bukanlah pahlawan yang lain, bukan juga manusia yang telah aku bantu. Manusia masihlah binatang bukan? Apa yang harus aku harapkan dari sekumpulan hewan yang berpikir ini? Sungguh bodoh jika aku mengharapkan imbalan dari simpati yang diberikan kepada manusia.
Dirimu berbeda, aku tak lagi melihatmu sebagai manusia, cahaya itu terlalu suci untuk aku samaratakan dengan kehidupan ku yang kelam ini. Engkau adalah keindahan dan keindahan itu adalah dirimu, sungguh tak ada lagi kata yang bisa terucap selain ini untuk mendefinisikan dirimu. Cahaya hangat yang lembut, suara bak penggalan puisi, wajah yang teduh, tatapan yang memberi kesejukan, serta jelmaan kebahagiaan yang selalu ada disetiap jengkal tubuhmu.
Dirimu bagaikan hutan bagi makhluk hidup, engkau berikan mereka kenyamanan dan keamanan dalam bernaung. Akan tetapi hutan pasti memiliki masalahnya sendiri bukan? Jika tak bisa lagi kau dekap, mari berbagi padaku. Aku berjanji pengembara ini akan menjelma menjadi penjaga bagi sang peri agar senantiasa lelap dalam tidurnya.
Komentar
Posting Komentar