Cahaya Di tengah Hamparan Kabut
Toko buku yang meramu rasa kesenangan dalam hidup, dia masih bergulir sampai sekarang, aku tak tau kapan ini akan berhenti. Kisah itu berbuah manis dan aku menjanjikan kepadamu rumah yang dipenuhi dengan lemari berisi buku perjalanan hidup itu, aku berangsur-angsur untuk membuatnya.
Karangan demi karangan tercipta sebagai mana alur kisah beberapa hari yang lalu terungkai indah dalam benakku, jari yang begitu semangat mengetik di layar ponselku ini seakan membuat irama indah bagaikan lagu kehidupan berdansa dipentas yang dibuatkan oleh semesta. Sungguh, tak bisa aku hentikan senyum ini merekah, kuncupnya tak pernah layu.
Dering ponsel yang begitu merdu terdengar sekarang, bukan karena nadanya yang kuubah namun karena namamu terpampang dalam peringatan notifikasi handphone ku. Cerita kita yang mengulang kisah pada waktu itu, disaat keraguan yang menimpa diriku. Kesedihan yang waktu itu saat diceritakan sekarang malah menjadi sebuah candaan yang begitu riang, tak ada lagi rasa canggung terlibat dalam diriku.
Malam yang indah dengan cerita kita dalam laman chat pada saat itu menciptakan taman bunga yang tak terlihat. Cerita tentang bagaimana aku yang memaku menatap senyummu dikala panasnya kompor dapur yang menyala, gorengan yang terpanggang itu sama sekali tak aku hiraukan selama beberapa detik, aku ingin selalu melihatnya.
Kejadian yang begitu tidak terduga, aku saat itu masih bercerita dengan salah satu teman di dapur yang indah itu. Ada salah satu manusia yang telah berumur waktu itu, dia selalu saja menunjukkan kebaikan hatinya kepadaku selama matanya menangkap rupa yang kumuh ini. Larut cerita aku dengan salah satu teman kala itu, pernah terlontar perkataan yang menjebak diriku sendiri. “ibuk itu mudanya pasti cantik, soalnya hatinya juga cantik” ujarku kala itu.
Mendung yang tidak tampak, angin itu masih beriringan seperti biasanya, cuaca yang cerah tanpa kilat dan petir pada siang hari itu, namun tubuhku membeku dalam diam saat terlontar pertanyaan dari mulut mu yang begitu manis “kalau aku gimana? Sama nga?” jika kau menertawakan ku silahkan, namun pernyataan singkat ini adalah serangan kebahagiaan yang begitu hebat.
Jawaban yang begitu singkat namun didalamnya begitu banyak menguras tenagaku untuk melebur bekunya diri ini dalam sekejap “iyaa maa” aku bingung, tidak ada lagi kata yang bisa terucap dari bibir yang retak ini.
Acara memasak yang begitu menyenangkan itu harus aku tinggalkan, tidak sanggup rasanya aku menahan kebahagiaan disaat melihat senyummu kala itu. Mungkin tak aku ceritakan kisah ini malam tadi, namun sebaiknya bacalah tulisan ini nantinya nona, tak kuat jika aku ceritakan hal itu kemarin. Mungkin anganku terlalu jauh terbang sehingga tak akan mungkin bisa lagi aku tangkap.
Kejadian di dapur itu selalu saja menghantui pikiran ini, siang yang panas tak menjadi halangan untuk otak ku memutar kembali raut wajah indah mu yang dibalut senyuman manis, aku melarikan diri dari pemikiran sendiri. Tempat sepi sepertinya lebih baik untuk tersenyum sendiri selama mungkin.
Sore hari itu masih terasa panas yang membakar setiap jengkal bagian tubuhku, diri yang kaku ini masih saja termangu dengan senyumnya yang tak bisa diturunkan. Aku termenung di pantai kala itu, suara melodi ombak yang tidak begitu keras menghasilkan harmoni indah dengan membawa ketenangan yang luar biasa, diriku menatap langit, langit yang sayu membuat mata ini bisa melihat hamparan keindahan itu sepenuhnya.
Namun, masih tak bisa kupalingkan wajahmu. Ombak yang semakin mengeras, bunyinya yang bising namun indah menjadikan suasana baru pada hari ini. Hari itu tak cukup bagiku untuk melupakan keindahan senyum yang terpampang di wajahmu. Kita masih membahasnya malam itu bukan?
Perbincangan yang terputus saat malam sudah berada ditengah-tengah, mungkin bulan itu tampak bagus sekarang, namun aku hanya ingin berbincang denganmu tanpa adanya gangguan apapun. Semesta tak bisa membujukku dengan rembulan yang begitu cantik atau ketenangan malam yang begitu indah, karena semua itu aku rasakan dalam dirimu.
Semoga dirimu bermimpi indah, tatkala sebelum tidur aku berpesan kepada angin untuk menjagamu dibalik jendela, bisikkanlah hal gila yang aku rasakan sekarang sehingga kau tau bagaimana diri ini sudah berada diambang batas kenormalan.
Aku hanya membuat lekukan senyuman dari cerita yang telah kita lalui, jari jemari yang mengetik dengan lihainya membuktikan betapa senangnya hati ini mendapatkan kenyamanan itu darimu, rumah itu memang sedang diusahakan namun kurasa tak apa-apa jika aku sering singgah sebentar.
Aku ingin bercerita pada tembok dan pintu yang masih rapuh itu, hadirmu yang mendatangkan perasaan indah sehingga membuat diri ini kalut dalam kebingungan. Aku selalu bertanya pada diri sendiri, apa yang sudah aku lihat darimu? Kenapa perasaan ini menemui kamar kosong itu, dirimu menjadi cerita yang indah dalam hidupku sekarang.
Jujur, semesta terlalu baik untukku sekarang. Terimakasih kejujuran, karenamu aku bisa seperti sekarang.
Komentar
Posting Komentar